Rabu, 20 Juli 2011

Untuk Elang

Masih ingatkah kau pada stiap kata yg kau ucapkan dulu?

Tentang edelwise, elang, pelangi, dan bintang di ujung pelangi itu.

Edelwise itu kini layu, tanahnya semakin luruh dari vas bunga itu.
Hampir mati ku rasa. Tapi siapa peduli? Pemiliknya saja sudah mengabaikannya. Membiarkannya kekurangan air dan cahaya matahari.

Dan pelangi itu pudar biasnya. Tidak dapatkah kau melihatnya? Tak ada lagi warna, entahlah...pelangi memang tak pernah nyata. Jauh di udara, hanya bisa di pandang tapi tak tersentuh. Pelangi hanya bayangan, gas yg tak solid, dan sudah pasti tak bertahan lama. Karna ia hanya ada setelah hujan sebelum matahari muncul lagi.

Dan kau tau, ternyata elang memang tak pernah bisa utk hidup bersama si ikan. Walaupun ia tlah mematahkan sayapnya agar tak bisa terbang lagi, tapi ia masih bisa berjalan meninggalkan si ikan di permukaan laut. Ikan yg malang, dan bodoh ku pikir.

Oia, satu lagi. Bintang di ujung pelangi itu tak kan pernah ada! Itu hanya imajinasi yg indah.

Lupakan semuanya itu lebih baik.

Hanya karna kau tak dapat menjangkau pelangi di langit sana, kau terus mencaci ketidaknyataan itu.

Elang...
Ku rasa kau memang tak butuh cinta, yg kau butuhkan hanyalah seseorang yg slalu ada di samping kamu ketika kau membutuhkan orang lain.
Taukah kau, cinta tak pernah memandang batasan, bahkan utk sesuatu yg belum pernah kau alami.
Sadarkah kau, itu semua hanya keegoisanmu semata?
Pernahkah kau dengar tentang kekuatan cinta? Keajaibannya?
Oh, mungkin tidak, ku rasa.

Sudahlah...semuanya tak mungkin utk saat ini, dan utk kali ini aku menyerah pada apa yg aku lakukan.
Sedih memang, tapi aku tak ingin membiarkan diriku retak, remuk tak berbentuk lagi.
Karna tak mungkin lagi ada orang seperti kamu yg mampu menyatukan kepingan yg sudah hancur sebelumnya.

Kau tetap berharga dan terpenting, Elang.
Tapi biar hanya di hati saja.



*****
9th Oktober 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar