Kamis, 21 Juli 2011

Elang Di Ujung Pelangi (chapter 12)

Kafetaria itu tidak terlalu ramai pengunjung. Seorang pelayan wanita datang menghampiri meja kami. Ku lihat sorot matanya ketika menatap Elang, ia menyambut Elang dgn keramahan yg lebih dari seharusnya, dan itu sangat menggangguku. Elangn tersenyum sempurna kpd pelayan itu, senyuman itu membuat cewek itu terpana sesaat. Dan pelayan itu menyelipkan helaiam rambut hitam pendeknya di belakang telinga, dan tersenyum di buat-buat.

"Kalian mau pesan apa?" tanyanya hanya menatap Elang. Tentu saja aku menyadari, ia hanya bertanya pada Elang.

Elang memandangku.
"Aku mau sandwich ama lemon tea panas." kataku pd Elang.
"Dua." kata Elang pd pelayan itu.
"Aku akan kembali dgn pesanan kalian." pelayan itu meyakinkan Elang sambil lagi-lagi senyum di buat-buat. Tapi Elang tidak memandangnya. Ia sedang memerhatikanku.

"Seharusnya kamu gak perlu kaya gitu ama tuh cewek," aku mengkritik Elang ketika pelayan itu pergi. "Gak adil."

"Kaya gitu, kaya gimana?"

"Ngebuat cewek tadi terpesona kaya gitu mungkin sekarang tuh cewek lagi sesak nafas di dapur." jelasku.

Elang tampak bingung.
"Oh, ayolah," aku berkata ragu. "Kamu pasti tau gimana reaksi cewek-cewek ke kamu."

Elang memiringkan kepala, sorot matanya penasaran. "Aku ngebuat cewek terpesona?"

"Kamu gak sadar?"

Elang mengabaikan pertanyaanku. "Apa aku ngebuat kamu terpesona?"

"Sering kali." aku mengakuinya.

Pucuk di cintz ulam tiba, pelayan yg tadi muncul membawa pesanan kami. Ia berdiri memunggungiku sambil menaruh makanannya di atas meja. Dan lagi-lagi ia tersenyum di buat-buat oada Elang, tapi Elang tidak melihatnya, dan pelayan itu pergi meninggalkan kami dgn perasaan kecewa.

"Makan dulu." Elang menyuruhku.
Ku gigit sandwich-ku perlahan, seraya memerhatikan wajah Elang.

Elang balik menatapku terkesima. "Apa?"

"Kamu tau gak, kamu selalu lebih pemarah kalo kamu lagi laper atau ngantuk." kataku, berusaha terlihat cuek.

Mata Elang menyipit. "Teori lagi?"

Aku masih berusaha terlihat cuek, tak peduli.

"Oke, aku harap kamu kreatif kali ini, atau kamu masih mengutip dari buku?" senyumnya mengejek, namun tatapannya masih tegang.

"Gak juga, aku gak dapetin itu dari buku, tapi aku juga gak nebak-nebaknya sendiri," aku mengakui.

"Terus?" sambar Elang tak sabar.

"Aku ceritain ntar aja, kalo..." aku berhenti bicara.

"Sok misterius kamu, La. Pasti ada syaratnya deh. Iya kan?" sahutnya jengah.

"Ya udah pasti itu mah, aku punya beberapa pertanyaan." kataku nyengir.

"Apa? Cepetan!" desaknya, makin tak sabar.

"Kenapa pagi ini, kamu dateng nemuin aku?" aku memulai pertanyaanku.

Elang menunduk, perlahan-lahan melipat tangannya di meja. Meski menunduk, bisa ku lihat matanya berkilat menatapku dari balik bulu matanya, mengejekku.
"Yang lainnya."

"Hey, tapi itu pertanyaan paling gampang" ujarku protes, karna ia tak menjawab pertanyaan pertamaku.

"Yang lainnya." Elang mengulangi perkataannya tanpa menghiraukan protesku.

Aku menunduk kesal. "Oke kalo gitu," aku memandangnya marah, dan perlahan melanjutkan pertanyaan. "Kamu nganggep aku ini siapa?" aku berkata ragu-ragu.

Aku menatapnya dgn ragu dan ia memalingkan wajahnya, sengaja.
Aku menunggunya berbicara, menjawab pertanyaanku tadi. Tapi Elang hanya terdiam, mematung.

"Oh, oke..." kataku pada akhirnya. "Lupain aja pertanyaan tadi, aku udah kenyang. Mau pulang." aku bangkit dari kursiku, berlagak cuek mencoba menyembunyikan kekecewaanku.



*****
Kebimbangan Elang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar