Senin, 25 Juli 2011

Elang Di Ujung Pelangi (chapter 17)

Akhirnya aku dan Elang sampai di perbatasan kota, dan ia menghentikan mobilnya ke tepi jalan.

"Kamu baik-baik aja?" Elang memecahkan keheningan malam itu, wajahnya masih tampak marah.

"Iya." jawabku lembut.

"Bisa tolong alihin perhatian aku?" perintahnya.

"Hahh? Maksud kamu?"

Ia menghela nafas keras-keras.
"Ceritain apa aja sampe aku tenang." Elang menjelaskan, dan ia memejamkan matanya.

"Mmm..." aku memutar otak utk menemukan sesuatu yg dapat mengalihkan pikirannya. "Kamu tau gak, kenapa cewek slalu pura-pura gak suka ama cowok padahal dia suka, dan cowok pasti pura-pura suka cewek walaupun dia gak begitu tertarik?"

Elang masih memejamkan matanya. "Gampang aja," ia terdengar lebih tenang. "Karna cewek slalu nunggu, dan cowok berasa punya kewajiban utk ngungkapinnya lebih dulu." Elang menghela nafas, akhirnya membuka mata.

"Udah lebih tenang?" kataku.

"Gak juga."

Aku menunggu, tapi Elang tak mengatakan apa-apa lagi. Ia menyandarkan kepalanyz ke kursi, menatap langit-langit mobil. Wajahnya kaku.

"Ada apa?" desahku.

"Kadang-kadang aku punya masalah ama emosiku, La." Elang berbisik sendiri, memandang ke luar jendela, matanya menyipit. "Tapi seenggaknya aku gak mau kamu yg jadi sasarannya. Itu yg coba aku lakuin dari tadi."

"Oh." kata itu sepertinya tidak cukup, tapi aku tak bisa memikirkan jawaban yg lebih baik.

"Aku...." Elang ragu-ragu, ia tampak gelisah, tidak nyaman. Ia menarik nafas dalam-dalam. "Aku lelah berusaha ngejauh dari kamu. Aku utang maaf ama kamu, banyak maaf kayaknya." kata-katanya mengalir sangat cepat. Seingatku begitulan cara Elang berbicara bila sedang gelisah, sehingga aku harus berkonsentrasi penuh utk menangkap semuanya. "Aku udah ngingkarin semua janji aku ama kamu. Aku harusnya bisa jagain kamu. Muak banget ama kenyataan ini. Setiap kali aku bisa ngeliat dan ngerasain kamu aman disamping aku kaya gini. Bodoh dan tolol banget aku ini...."

"Stop!" aku memotong perkataannya. Elang menatapku sedih. "Kamu ini apa-apaan sih? Kamu gak boleh punya pikiran kaya gitu. Kalopun aku celaka, itu bukan tanggung jawab kamu, itu bukan kesalahan kamu, itu cuma bagian dari kehidupan yg sebenarnya buat aku. Apapun yg terjadi ama aku, jelas itu bukan salah kamu." kalimatku pecah, aku tak bisa menahan tangisku.

"Pelangi." bisik Elang. "Apa kamu inget ucapan aku ke kamu?"

"Aku inget semua ucapan kamu."

"Kayaknya kamu salah ngartiin, La." Elang membelai lembut bibir bawahku dgn ujung-ujung jarinya. "Kamu penting buat aku, La. Kamu adalah dunia aku."

"Aku..." kepalaku berputar sementara mencari kata yg tepat. "Bingung." Penjelasannya sangat tak masuk akal bagiku, mengingat semua yg tlah dia lakukan.

Elang menatap mataku dalam-dalam dgn tatapan yg tulus dan bersungguh-sungguh. "Dengerin aku sampe selesai! Aku ini pembohong besar, tapi kamu terlalu cepet percaya ama aku." Elang meringis. "Itu...sangat menyakitkan."

Aku masih menunggu dia berbicara lagi.

"Kamu inget waktu pertama kali aku pergi, aku bilang kalo aku udah gak cinta kamu, dan kamu percaya gitu aja. Aku pikir itu mustahil, aku pikir kamu gak akan percaya semua omong kosong itu. Aku cuma kasih sedikit ragu buat kamu waktu itu. Aku bohong, dan aku nyesel. Nyesel karna udah nyakitin kamu, nyesel karna aku gak bisa jagain kamu. Aku bohong supaya hidup kamu lebih tenang tanpa aku, tapi itu gak berhasil. Maafin aku."

Elang masih berbicara. "Tapi gimana kamu bisa langsung percaya kalo aku gak cinta kamu? Padahal udah ribuan kali aku bilang cinta ama kamu, gimana kamu bisa ngebiarin satu kata aja ngancurin kepercayaan kamu ke aku?"

Aku tidak menjawab. Aku terlalu shock utk bisa membentuk respons yg rasional.

"Aku bisa ngeliatnya dari mata kamu waktu itu, kamu bener percaya aku gak sayang kamu lagi. Konsep yg paling konyol, seolah-olah aku bisa bertahan tanpa kamu aja."

Aku masih kaku. Kata-katanya tidak ku mengerti, karna tidak masuk akal.



******
Kebingungan Pelangi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar