Senin, 25 Juli 2011

Elang Di Ujung Pelangi (chapter 18)

(Aku masih kaku. Kata-katanya tidak ku mengerti, karna tidak masuk akal.)

Elang mengguncang bahuku, tidak keras tapi cukup membuat gigiku gemeletuk sedikit.

"Pelangi," desahnya. "Apa yg lagi kamu pikirin?"

Dan tangisku pun pecah. Air mata menggenang dan kemudian mengalir deras ke kedua pipiku.

"Udah aku kira," isakkku. "Udah aku kira aku pasti lagi mimpi sekarang."

"Kamu keterlaluan banget La," sergah Elang, lalu tertawa hampa frustasi. "Gimana caranya aku jelasin ke kamu supaya kamu percaya ama aku? Kamu gak lagi tidur. Aku ada disini, dan aku sayang kamu. Aku slalu sayang kamu dan akan slalu sayang kamu. Aku mikirin kamu, ngeliat kamu dlm pikiran aku, setiap detik selama kita berpisah. Waktu aku bilang, aku gak sayang kamu, bisa dibilang itu sumpah palsu yg paling konyol."

Aku menggeleng sementara air mata terus menetes dari sudut-sudut mataku.

"Kamu gak percaya aku kan?" bisiknya, wajahnya pucat. "Kenapa kamu malah percaya ama kebohongan sih, La?"

"Emang gak pernah masuk akal kalo kamu sayang ama aku," aku menjelaskan, suaraku tercekat. "Dari dulu aku tau itu. Liat dirimu, dan liat aku ini, terlalu jauh."

Mata Elang menyipit, dagunya mengeras. "Akan aku buktiin kalo kamu gak mimpi, kalo kamu udah bangun." janjinya.

"Jangan," bisikku. Mimpi ini terlalu indah utk di sia-siakan.

"Kenapa?" tuntutnya. Elang mundur sedikit utk menatap wajahku.
"Aku pengen tau kenapa? Apa karna aku terlambat? Karna aku terlalu nyakitin kamu? Karna kamu udah sayang ama orang lain? Kalo emang kaya gitu, itu...cukup adil. Aku gak akan nyela keputusan kamu. Jadi, kamu gak usah repot-repot utk jaga perasaan aku, please...kasih tau aku sekarang apa kamu masih sayang ama aku atau gak? Setelah semua yg udah aku lakuin ke kamu." bisik Elang.

"Pertanyaan idiot apa itu?"

"Jawab aja La. Please."

Lama sekali ku tatap Elang dgn tajam. " Perasaan aku ke kamu gak akan pernah berubah. Tentu aja aku sayang kamu, dan itu gak bisa di ganggu gugat lagi!"

"Cuma itu yg perlu aku denger."

Lalu kami diam sesaat.

"Ngomong-ngomong," kata Elang dgn nada biasa saja. "Aku gak akan ninggalin kamu lagi."

Aku tidak mengatakan apa-apa, dan Elang sepertinya bisa mendengar nada skeptis dlm diamku.

Elang menatapku lekat-lekat. "Aku gak akan pergi kemana-mana. Gak tanpa kamu." Elang menabahkannya dgn nada serius.

"Jangan janjiin aku apa-apa," bisikku. " Kalo kamu ngebiarin aku berharap, tapi ternyata harapan itu kosong...itu akan membunuhku."

Bola mata Elang yg hitam berkilat marah. "Jadi kamu pikir aku bohong sekarang?"

"Gak, gak bohong." aku menggeleng, berusaha berpikir jernih. Mempelajari hipotesis bahwa ia memang menyayangiku, namun tetap berpikir objektif, sehingga aku tidak akn jatuh dlm perangkap harapan. "Kamu emang serius sekarang. Tapi gimama besok, kalo kamu mikirin lagi semua alasan kenapa kamu ninggalin aku dulu?"

Elang tersentak.

"Toh kamu gak ngelakuin sesuatu tanpa mikirin akibatnya matang-matang lebih dulu, kan?" tebakku. "Nanti juga kamu bakal ngelakuin apa yg kamu anggap benar."

"Aku gak setegar yg kamu kira," sergah Elang. "Kalo kamu mau, aku bisa mohon-mohon ama kamu sekarang supaya kamu mau nerima aku lagi."

Aku meringis. "Please...seriuslah."

"Oh, aku serius kok," tegas Elang, sikapnya garang sekarang. "Bisa gak kamu coba denger apa yg bakal aku ucapin ke kamu? Mau gak kamu kasih aku kesempatan utk jelasin arti kamu buat aku?"

Aku mengangguk sekali.

"Sebelum kamu, La, hidup aku bagaikan malam tanpa bulan. Gelap pekat, tapi ada bintang-bintang, titik-titik cahaya dan alasan... Kemudian kamu melintasi langitku bagaikan meteor. Tiba-tiba aja semua terbakar, ada kegemerlapan, ada keindahan. Setelah kamu gak ada, setelah meteor tadi lenyap di batas cakrawala, semuanya hitam kembali. Tidak ada yg berubah, tapi mataku udah dibutakan oleh cahaya terang tadi. Aku gak bisa ngeliat bintang-bintang. Jadi gak ada alasan utk apapun juga."

Lalu bibir Elang menempel di bibirku, dan aku tak mampu melawannya.



******
The End

Tidak ada komentar:

Posting Komentar