Selasa, 19 Juli 2011

Elang Di Ujung Pelangi (chapter 1)

Elang menghela nafas dalam-dalam.

"Pelangi, aku akan pergi."

Aku juga menghela nafas dalam-dalam. Ku sangka aku sudah siap. Tapi tetap saja aku bertanya.

"Kenapa?"

"Aku gak baik buat kamu, La."

"Jangan konyol." Aku ingin terdengar marah, tapi kedengarannya malah seperti memohon. "Kamu hal terbaik dlm hidupku."

"Tapi kamu bakal terus menderita karna aku." ucap Elang muram.

"Kamu udah janji, kalo kamu akan slalu ada buat aku."

"Sepanjang itu yg terbaik buat kamu," Elang nmenegaskan kalimatku.

Sunyi sejenak saat aku mencerna semua kata-katanya, dan mengulangi kata-kata itu berkali-kali dlm pikiranku, memilah-milih untuk mendapatkan maksud sesungguhnya.

"Kamu...udah gak mau....sama aku kan?" Aku mencoba mengucapkan kata-kata itu, bingung mendengarnya di ucapkan dlm urutan seperti itu.

"Gak."

Ku tatap matanya, tak mengerti. Elang balas menatapku tanpa ampun, keras dan sangat dalam.

"Oke, itu udah ngerubah semuanya." Aku terkejut mendengar nada suaraku yg kalem dan tenang. Pasti karna perasaanku sudah mati rasa. Aku tak menyadari apa yg dia katakan padakj. Itu masih tetap tak masuk akal.

Elang mengalihkan pandangannya dariku saat berbicara lagi. "Tentu aja, aku akan slalu sayang ama kamu...sedikit-banyak. Tapi kejadian semalem itu ngebuat aku sadar, kalo aku cuma bisa bikin kam kecewa ama semua sikap aku. Aku cape harus pura-pura jadi sesuatu yg bukan aku, La." Elang menatapku lagi, "Aku ngebiarin ini berlangsung terlalu serius dan aku minta maaf utk itu."

"Jangan." Suaraku sekarang hanya berupa bisikan, kesadaran mulai meresapiku, menetes-netes bagai asam dlm pembuluh darahku. "Jangan ngelakuin ini."

Elang hanya menatapku, dan kelihatannya dari matanya kata-kataku sudah terlambat. Dia sudah melakukannya.

"Kamu gak pantes buat aku, La." Elang membalikan kata-kata yg diucapkannya tadi, jadi aku tak bisa membantahnya. Aku tau benar aku tidak pantas baginya.

Aku membuka mulut utk mengatakan sesuatu, kemudian menutupnya lagi. Elang menunggu aku berkata sesuatu, dan ku coba sekali lagi membuka mulutku.

"Kalo...kalo emang itu yg kamu mau"

Elang mengangguk satu kali.

Sekujur tubuhku terasa lumpuh. Aku tak bisa merasakan apa-apa di tubuhku.

"Tapi aku mau minta sesuatu, kalo boleh," kata Elang.

Sementara aku menatapnya, mata beku Elang mencair.

"Jangan lakuin sesuatu yg ceroboh atau tolol," perintahnya tak lagi dingin. "Kamu ngerti?"

Aku mengangguk tak berdaya.

"Dan jaga diri kamu baik-baik, demi aku."

Lagi-lagi aku mengangguk. "Oke." bisikku.

"Dan aku akan berjanji ini terakhir kalinya aku ketemu kamu. Aku gak akan kembali. Aku gak akan nyusahin hidup kamu lagi. Kamu bisa ngelanjutin hidup kamu tanpa gangguan dari aku lagi. Nantinya akan terasa seolah-olah aku gak pernah ada."

Lututku mulai gemetar. Bisa ku dengar darah mengalir lebih cepat di belakang telingaku. Dan suara Elang terdengar semakin jauh.

Elang tersenyum lembut. "Gak usah takut, aku yakin kamu pasti jauh lebih baik tanpa aku. Hanya butuh beberapa waktu aja."

Elang mundur selangkah menjauhiku, dan menghilang. "Slamat tinggal, pelangi."

Dia sudah pergi.
Cinta, hidup, makna... berakhir.
Aku merasakan lantai kayu halus di bawah lututku, lalu telapak tanganki, kemudian menempel di kulit pipiku. Aku berharap bakal pingsan, tapi sayangnya, ternyata aku tidak kehilangan kesadaran. Gelombang kepedihan yg tadinya hanya menerpaku kini menerjang tinggi, menggulung kepalaku, menyeretku ke bawah.
Aku tak muncul lagi di permukaan, hilang bersama sejuta kepedihan.


*****
Pelangi Yang Tak Lagi Berwarna

Tidak ada komentar:

Posting Komentar